(posted in Parlementaria)
Jakarta - Undang-Undang Bencana yang rencananya akan disahkan pertengahan 2007 mendatang diharapkan dapat memangkas panjangnya prosedur birokrasi dalam penanganan bencana alam.
"Kelambanan penanganan bencana seringkali disebabkan panjangnya prosedur. Dengan Undang-undang Bencana hal itu tidak terjadi lagi," kata Anggota Komisi VIII DPR Ma'mur Hasanuddin, Kamis (28/12) di Jakarta.
Menurut Ma'mur, dalam Rancangan Undang-Undang Bencana yang hampir selesai pembahasannya itu diperjelas badan yang bertanggungjawab menangani bencana. Banyak pihak yang akan dilibatkan dalam badan independen tersebut. Bakornas sendiri akan dibubarkan setelah badan tersebut terbentuk. baca
"Dengan adanya kejelasan siapa yang berwenang (menangani bencana), maka penanggulangannya tidak akan bertele-tele dan menghabiskan waktu. Karena ini menyangkut nyawa orang," tuturnya.
Terkait dengan bencana banjir di tanah air terutama di Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, anggota legislatif asal Jawa Barat ini mengimbau agar penanganannya dilakukan sebaik mungkin. Dana tanggap darurat yang akan dialokasikan untuk mengatasi bencana, lanjut dia, harus dikontrol dengan ketat agar tepat sasaran dan dapat dipertanggungjawabk an.
"Dana tanggap darurat, baik yang di pusat maupun di daerah-daerah memang disiapkan untuk itu. Yang jadi persoalan bukan berapa besarnya, namun transparansinya agar tidak diselewengkan, " ujarnya menanggapi permintaan Presiden supaya Bakornas mengalokasikan dana tanggap darurat Rp 50 miliar.
Lambat Respon Bencana
Meski bencana yang diakibatkan longsor dan banjir di Pulau Sumatera sudah lebih dari sepekan, hingga saat ini secara resmi Komisi VIII DPR RI belum melakukan pemantauan langsung ke lapangan. "Padahal saya sudah meminta komisi untuk segera turun sejak peristiwa longsor di Solok, tetapi sampai saat ini belum ada instruksi karena para pimpinan sedang konsentrasi pengawasan haji," jelas Ma'mur.
Politisi PKS ini menyayangkan lambatnya respon komisi terhadap kejadian bencana alam yang sudah menewaskan lebih dari 100 orang tersebut. Ini membuktikan prosedur juga sangat menghambat kinerja DPR meski wakil rakyat tidak terkait langsung dengan penanganan bencana. "Padahal segala sesuatunya bisa pakai telepon, tinggal minta izin ke pimpinan DPR agar menginstruksikan Komisi VIII turun memantau perkembangan, " ungkapnya kecewa. (fpks-dpr-ri.com/nis/281206)
Jakarta - Undang-Undang Bencana yang rencananya akan disahkan pertengahan 2007 mendatang diharapkan dapat memangkas panjangnya prosedur birokrasi dalam penanganan bencana alam.
"Kelambanan penanganan bencana seringkali disebabkan panjangnya prosedur. Dengan Undang-undang Bencana hal itu tidak terjadi lagi," kata Anggota Komisi VIII DPR Ma'mur Hasanuddin, Kamis (28/12) di Jakarta.
Menurut Ma'mur, dalam Rancangan Undang-Undang Bencana yang hampir selesai pembahasannya itu diperjelas badan yang bertanggungjawab menangani bencana. Banyak pihak yang akan dilibatkan dalam badan independen tersebut. Bakornas sendiri akan dibubarkan setelah badan tersebut terbentuk. baca
"Dengan adanya kejelasan siapa yang berwenang (menangani bencana), maka penanggulangannya tidak akan bertele-tele dan menghabiskan waktu. Karena ini menyangkut nyawa orang," tuturnya.
Terkait dengan bencana banjir di tanah air terutama di Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, anggota legislatif asal Jawa Barat ini mengimbau agar penanganannya dilakukan sebaik mungkin. Dana tanggap darurat yang akan dialokasikan untuk mengatasi bencana, lanjut dia, harus dikontrol dengan ketat agar tepat sasaran dan dapat dipertanggungjawabk an.
"Dana tanggap darurat, baik yang di pusat maupun di daerah-daerah memang disiapkan untuk itu. Yang jadi persoalan bukan berapa besarnya, namun transparansinya agar tidak diselewengkan, " ujarnya menanggapi permintaan Presiden supaya Bakornas mengalokasikan dana tanggap darurat Rp 50 miliar.
Lambat Respon Bencana
Meski bencana yang diakibatkan longsor dan banjir di Pulau Sumatera sudah lebih dari sepekan, hingga saat ini secara resmi Komisi VIII DPR RI belum melakukan pemantauan langsung ke lapangan. "Padahal saya sudah meminta komisi untuk segera turun sejak peristiwa longsor di Solok, tetapi sampai saat ini belum ada instruksi karena para pimpinan sedang konsentrasi pengawasan haji," jelas Ma'mur.
Politisi PKS ini menyayangkan lambatnya respon komisi terhadap kejadian bencana alam yang sudah menewaskan lebih dari 100 orang tersebut. Ini membuktikan prosedur juga sangat menghambat kinerja DPR meski wakil rakyat tidak terkait langsung dengan penanganan bencana. "Padahal segala sesuatunya bisa pakai telepon, tinggal minta izin ke pimpinan DPR agar menginstruksikan Komisi VIII turun memantau perkembangan, " ungkapnya kecewa. (fpks-dpr-ri.com/nis/281206)
No comments:
Post a Comment