(posted in sekilas info)
Medan - Seorang politisi dari PKS meminta pemerintah tidak latah "melarang" poligami (dengan memperketat aturannya), namun lebih fokus pada upaya penertiban praktik prostitusi yang kian hari semakin merajalela hampir di setiap pelosok negeri ini.
"Daripada 'melarang' yang dihalalkan agama, lebih baik pemerintah memberantas prostitusi yang jelas-jelas diharamkan agama," ujar anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kota Medan, Dhiyaul Hayati, di Medan, Jumat.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Medan itu menambahkan, poligami seharusnya tidak dijadikan titik perhatian jika pemerintah memang ingin menunjukkan kepeduliannya terhadap nasib kaum perempuan. baca
Alasannya, pelecehan atau bahkan penindasan terhadap hak-hak kaum perempuan itu justru terjadi di "arena" prostitusi, bukan dalam konteks poligami yang jika dilaksanakan sesuai ajaran Islam justru ditujukan untuk kemaslahatan kaum hawa.
Lebih jauh Dhiyaul menilai isu poligami yang dimunculkan pemerintah sekaitan dengan rencana revisi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 1983 hanya sebagai wacana yang sengaja dicuatkan untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari berbagai persoalan krusial yang saat ini tengah melanda negeri ini.
Ia juga mengaku sangat menyayangkan sikap pemerintah yang justru lebih mengaitkan poligami dengan isu-isu hak asasi perempuan, bukannya praktik prostitusi atau bahkan perselingkuhan yang secara jelas dan nyata menempatkan derajat perempuan berada pada titik terendah.
"Seharusnya bukan isu poligami yang menjadi sentra perhatian pemerintah, melainkan banyak persoalan lain seperti permasalahan lumpur panas di Sidoarjo, kasus `trafficking` (perdagangan manusia, red), dan sederetan permasalahan lain yang hingga kini belum tuntas-tuntas, " ujarnya.
Pada kesempatan itu ia juga sangat menyesalkan arogansi pemerintah yang terkesan terlalu kentara hendak mengintervensi kebebasan hak asasi masing-masing individu. Secara tegas ia menyatakan bahwa sebagai perempuan dirinya sangat menentang larangan bagi kaum laki-laki untuk berpoligami.
"Kalau saja poligami dipraktiknya sesuai ajaran Islam, yakni tidak sebatas untuk pemenuhan kebutuhan biologis, dan si laki-laki secara ekonomi mampu menafkahi secara lahir dan bathin dua, tiga atau empat istrinya secara berkeadilan, kenapa itu harus dilarang," tegasnya.
Ia bahkan meyakini, penerapan konsep poligami secara benar sesuai ajaran Islam akan memberi kontribusi yang berarti bagi kemaslahatan negeri ini, terutama dalam menekan angka prostitusi terselubung yang semakin marak dan terjadi di depan mata sendiri.
"Seharusnya yang menjadi target pemerintah itu bukan pelarangan berpoligami, melainkan bagaimana caranya menyiasati agar tempat-tempat maksiat (prostitusi) dapat diminimalisir jumlahnya atau kalau perlu dikeluarkan kebijakan baru yang melarang tempat-tempat prostitusi beroperasi," ujarnya. (gatra.com/081206)
Medan - Seorang politisi dari PKS meminta pemerintah tidak latah "melarang" poligami (dengan memperketat aturannya), namun lebih fokus pada upaya penertiban praktik prostitusi yang kian hari semakin merajalela hampir di setiap pelosok negeri ini.
"Daripada 'melarang' yang dihalalkan agama, lebih baik pemerintah memberantas prostitusi yang jelas-jelas diharamkan agama," ujar anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kota Medan, Dhiyaul Hayati, di Medan, Jumat.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Medan itu menambahkan, poligami seharusnya tidak dijadikan titik perhatian jika pemerintah memang ingin menunjukkan kepeduliannya terhadap nasib kaum perempuan. baca
Alasannya, pelecehan atau bahkan penindasan terhadap hak-hak kaum perempuan itu justru terjadi di "arena" prostitusi, bukan dalam konteks poligami yang jika dilaksanakan sesuai ajaran Islam justru ditujukan untuk kemaslahatan kaum hawa.
Lebih jauh Dhiyaul menilai isu poligami yang dimunculkan pemerintah sekaitan dengan rencana revisi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 1983 hanya sebagai wacana yang sengaja dicuatkan untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari berbagai persoalan krusial yang saat ini tengah melanda negeri ini.
Ia juga mengaku sangat menyayangkan sikap pemerintah yang justru lebih mengaitkan poligami dengan isu-isu hak asasi perempuan, bukannya praktik prostitusi atau bahkan perselingkuhan yang secara jelas dan nyata menempatkan derajat perempuan berada pada titik terendah.
"Seharusnya bukan isu poligami yang menjadi sentra perhatian pemerintah, melainkan banyak persoalan lain seperti permasalahan lumpur panas di Sidoarjo, kasus `trafficking` (perdagangan manusia, red), dan sederetan permasalahan lain yang hingga kini belum tuntas-tuntas, " ujarnya.
Pada kesempatan itu ia juga sangat menyesalkan arogansi pemerintah yang terkesan terlalu kentara hendak mengintervensi kebebasan hak asasi masing-masing individu. Secara tegas ia menyatakan bahwa sebagai perempuan dirinya sangat menentang larangan bagi kaum laki-laki untuk berpoligami.
"Kalau saja poligami dipraktiknya sesuai ajaran Islam, yakni tidak sebatas untuk pemenuhan kebutuhan biologis, dan si laki-laki secara ekonomi mampu menafkahi secara lahir dan bathin dua, tiga atau empat istrinya secara berkeadilan, kenapa itu harus dilarang," tegasnya.
Ia bahkan meyakini, penerapan konsep poligami secara benar sesuai ajaran Islam akan memberi kontribusi yang berarti bagi kemaslahatan negeri ini, terutama dalam menekan angka prostitusi terselubung yang semakin marak dan terjadi di depan mata sendiri.
"Seharusnya yang menjadi target pemerintah itu bukan pelarangan berpoligami, melainkan bagaimana caranya menyiasati agar tempat-tempat maksiat (prostitusi) dapat diminimalisir jumlahnya atau kalau perlu dikeluarkan kebijakan baru yang melarang tempat-tempat prostitusi beroperasi," ujarnya. (gatra.com/081206)
1 comment:
http://adianhusaini.wordpress.com/2008/02/07/mangkunegara-iv-calon-penerima-pks-award-2008/
dukugn Mangkunegara IV jadi penerima PKS & Poligami Award
Post a Comment